Perilaku dan minat baca seseorang mulai terbentuk atau berkembang semenjak dia berusia dini. Bukan hanya itu saja moral dan sifat seseorang juga terbentuk dan dikembangkan sejak dini oleh keluarga dan lingkungan hidup yang memberikan pengalaman dan pendidikan. Sehingga seseorang itu mempunyai perilaku dan minat baca yang baik dan tinggi, serta mempunyai moral dan sifat yang baik, sopan dan selalu menghargai segala sesuatu yang ada dan terjadi pada dirinya, orang lain dan sekitarnya. Itu semua terbentuk tergantung dari adanya proses menerima pengetahuan dan pendidikan yang dia peroleh mulai lahir hingga dewasa, baik itu pendidikan yang berasal dari keluarga, lingkungan maupun dari pendidikan formal (sekolah). Dengan adanya pemberian pendidikan dan pengetahuan yang baik dan benar sejak dini kepada seorang anak serta memberi perhatian terhadap perkembangannya dan kasih sayang yang cukup, akan membantu dalam pembentukan pribadinya yang baik.
Pengetahuan dan pendidikan yang berasal dari keluarga (orang tua dan saudara) dan lingkungan keluarga (semua yang ada didalam rumah dan sekitarnya) merupakan faktor utama yang bisa membentuk kepribadian anak. Karena di keluarga dan lingkungan keluarga merupakan tempat tinggal yang mana waktunya untuk memperoleh pendidikan dan pengetahuan lebih banyak dihabiskan. Itu semua di peroleh atau di tangkap seorang anak melalui kegiatannya melihat dan mendengar segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Anak akan menangkap dan menerima semua kegiatan yang ada di sekitarnya sebagai proses sosialisasi dan penanaman nilai/norma yang ada kemudian anak juga akan mempelajari nilai/norma dari interaksi dengan lingkungan sosialnya yang seiring dengan perkembangannya.
Dengan begitu para orang tua dan semua yang ada di lingkungan anak harus selalu bersikap baik, dan menunjukkan/mencontohkan hal-hal yang positif di depan anak. Seperti bercerita dan membacakan dongeng atau cerita-cerita yang menghibur dan mendidik, karena dengan bercerita dan membacakan buku pada anak terdapat banyak manfaatnya (menurut beberapa ahli):
1. Meletakkan dasar perilaku dan minat baca sejak dini (reading readiness)
2. Membangun interaksi mendalam antara anak dan orang tua.
3. Mengembangkan imajinasi.
4. Memperluas pengetahuan.
5. Membentuk sikap-sikap moral.
6. Mempengaruhi perkembangan pribadi.
Cerita merupakan wahana yang ampuh untuk mewujudkan pertemuan (encounters). Keasyikan dalam menyelami substansi cerita dapat dilakukan sehingga anak memasuki dunia minat (center of interest) dan akhirnya menghasilkan apa yang disebut oleh Maslow dengan penghayatan pengalaman yang paling mendalam (peak-experience). Menurut The National Association for the Education of Young Children yang dikutip dari The LibraryLady.net, keterikatan yang hangat dan penuh kasih sayang antara anak dan orang tua serta stimulus positif sejak saat kelahiran, benar-benar menentukan dalam perkembangan anak-anak sepanjang hidupnya. Riset terakhir menegaskan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh emosi. Melek huruf (literacy) sangat dipengaruhi secara langsung oleh kapasaitas emosional dan atau hubungan yang kuat yang dialami anak di tahun-tahun awal. Karena itu, ketika seorang anak mendapatkan pengalaman penuh kesenangan, rasa aman, kenyamanan dan kedamaian saat dibacakan buku, otak si anak meletakkan dasar-dasar melek huruf dengan mengirim pesan bahwa hal ini adalah pengalaman yang menyenangkan.
Namun kenyataannya saat ini para orang tua mulai jarang untuk melakukan kegiatan bercerita dan membacakan dongeng atau cerita kepada anaknya. Munculnya gejala ini diduga disebabkan karena kesibukan orang tua dalam mencari nafkah atau meningkatkan karir dan adanya perkembangan teknologi cetak yang sangat pesat, sehingga orang tua mengambil jalan pintas yaitu tidak lagi meninabobokan anaknya. Semakin sedikitnya sumber cerita yang menarik bagi anak sehingga perhatian anak terhadap dongeng dan carita lokal, seperti cerita berjenis legenda, mitos, sejarah dan cerita rakyat yang dulu merupakan obyek cerita anak berkurang. Pengaruh TV yang lebih bersifat menghibur, sehingga anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton TV, dari pada membaca. Masuknya cerita-cerita terjemahan dari kebudayaan luar dan yang merebut hati anak-anak. Seperti komik, cerita bergambar atau kartun yang saat ini cukup popular di masyarakat khususnya pada kalangan remaja dan anak-anak.
Komik atau cerita bergambar (cergam) terdiri dari teks atau narasi yang berfungsi sebagai penjelasan dialog dan alur cerita. Komik menurut Marcel Bonnet dalam bukunya komik indonesia adalah salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituang dalam gambar dan tanda, mengarah kepada suatu pemikiran dan perenungan. Berbagai cerita anak dalam bentuk dongeng, cerita bergambar, dan cerita pendek telah banyak diterbitkan di Indonesia baik dalam majalah maupun buku. Sayangnya, sebagian besar karya sastra anak yang beredar bukanlah merupakan karya asli dari negeri sendiri melainkan terjemahan dari karya sastra asing. Pada masa ini kita lebih banyak mengenal komik hasil karya produk Jepang terutama pada anak-anak dan remaja, yang kualitas dari cerita dan formatnya sangat menarik bahkan dapat mengalahkan komik Walt Disney's Amerika dipasaran. Di Indonesia cikal bakal komik banyak dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu dan Islam. Komik pertama dalam kasanah sastra Indonesia ialah mencari Putri Hijau (Nasroen As) dimuat dalam harian Ratoe Timoer. Banyaknya komik-komik asing yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia saat ini menyebabkan tergesernya popularitas komik cerita atau dongeng asal Indonesia. Sedangkan komik-komik terjemahan tersebut (baik produk Jepang dan Amerika) mempunyai cerita yang belum tentu baik dan sesuai dengan kebudayaan kita di Indonesia, karena komik-komik tersebut lebih banyak membawa kebudayaan mereka sendiri. Berbeda dengan komik, cerita atau dongeng asal Indonesia terdahulu yang menceritakan tentang kebudayaan-kebudayaan dan adat istiadat Indonesia sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa penerbitan sastra anak terjemahan tersebut dapat mengisi kekosongan akan karya-karya sastra anak yang bermutu di Indonesia. Akan tetapi, sisi lain yang perlu mendapat perhatian dari keberadaan sastra anak terjemahan adalah nilai-nilai budaya asing yang turut dibawa dalam karya-karya tersebut mengingat eratnya kaitan antara karya sastra dan budaya masyarakatnya. Keberadaan bacaan anak terjemahan karya asing khususnya dari Jepang dan Amerika yang mendominasi penerbitan karya sastra anak di Indonesia ini bisa jadi sangat menguntungkan. Bagi anak-anak sebagai pembaca, keberadaan karya-karya tersebut dapat memuaskan dahaga mereka akan bahan bacaan anak mengingat terbatasnya jumlah karya-karya asli negeri sendiri
Terkait dengan maraknya sastra anak terjemahan ini dan kekhawatiran akan adanya nilai budaya asing di dalamnya, mungkin kita bisa menyikapi hal ini dengan lebih kritis dan obyektif. Menurut H. Lofting dalam World Friendship and Childrens Literature misalnya menganggap bahwa sastra anak terjemahan merupakan katalisator bagi pemahaman terhadap dunia. Dengan kata lain, sastra anak terjemahan dapat berperan untuk menumbuhkan rasa saling hormat antar sesama bagi semua orang di seluruh dunia (Joels 1999, 66). Hal ini dimungkinkan karena dengan adanya karya-karya sastra anak terjemahan tersebut, misalnya anak-anak Indonesia tidak harus mengalami kendala bahasa dalam membaca cerita anak dari Jepang sehingga mereka mendapatkan gambaran tentang kebiasaan dan kehidupan anak-anak Jepang. Sehingga anak memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang budaya masyarakat dari bagian dunia lain, anak mungkin malah tidak menyadari kekayaan dari keragaman budaya di sekitar mereka. Lewat bukulah orang dewasa bisa menanamkan nilai-nilai luhur secara lebih efektif kepada anak, dan melalui buku jugalah anak memperoleh nilai-nilai asing yang bertabrakan dengan nilai yang kita anut.
Kemandirian adalah sebuah nilai budaya yang sangat menarik yang dapat ditemui dalam karya sastra anak terjemahan. Kita harus mengakui bahwa kemandirian bukanlah sebuah nilai dasar dalam budaya masyarakat kita. Banyak orang tua juga mengakui sulitnya menanamkan kemandirian pada anak dari hal yang kecil sekalipun karena terutama keluarga kelas menengah misalnya umumnya memiliki pembantu rumah tangga atau pengasuh anak yang selalu siap membantu anak melakukan hal-hal yang sebenarnya dapat ia lakukan sendiri. Kemandirian merupakan salah satu nilai paling mendasar dalam budaya Amerika yang sangat erat kaitannya dengan nilai lain, yakni kebebasan individu. Menurut Datesman dan Kearny (2005) seseorang hanya akan mendapatkan kebebasan pribadi ketika ia telah dapat berdiri di atas kedua kakinya sendiri, atau dengan kata lain memiliki nilai kemandirian
Ciuman adalah sebuah nilai budaya asing yang sudah biasa dilakukan oleh lawan jenis, banyak sekali cerita anak yang mengandung hal ini, semisal cerita Cinderella, Snow White and the Seven Dwarfs dan Sleeping Beauty. Sedangkan di Indonesia adegan ciuman adalah hal yang masih tabu, dan hanya boleh di lakukan oleh pasangan yang sudah mempunyai status suami istri.
Kedua hal tersebut merupakan contoh dari bentuk positif dan negatif yang terdapat dalam cerita terjemahan. Sehingga dengan adanya karya cerita terjemahan yang semakin marak saat ini tidak hanya membawa dampak negatif saja, akan tetapi juga terdapat hal-hal positif yang terkandung baik dari sisi isi dan juga keuntungan di bidang penerbitan Indonesia yang saat ini lesu dengan karya anak bangsanya. Saat ini fungsi dari orang tua dan guru sangat penting baik untuk menungkatkan minat baca anak dan juga mengajari anak akan perilaku-perilaku moral atau nilai-nilai yang baik dan harus di pakai, serta mana nilai yang harus di tinggal atau di hindari.
Dengan begitu nilai-nilai masyarakat Indonesia yang baik akan semakin berkembang serta nilai-nilai yang tidak baik akan di jauhi. Dan juga masyarakat Indonesia semakin mempunyai wawasan yang banyak akan hal-hal baru yang ada di dunia. Dengan begitu diharapkan masyarakat Indonesia bisa meningkatkan karya ciptanya.
Pengetahuan dan pendidikan yang berasal dari keluarga (orang tua dan saudara) dan lingkungan keluarga (semua yang ada didalam rumah dan sekitarnya) merupakan faktor utama yang bisa membentuk kepribadian anak. Karena di keluarga dan lingkungan keluarga merupakan tempat tinggal yang mana waktunya untuk memperoleh pendidikan dan pengetahuan lebih banyak dihabiskan. Itu semua di peroleh atau di tangkap seorang anak melalui kegiatannya melihat dan mendengar segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Anak akan menangkap dan menerima semua kegiatan yang ada di sekitarnya sebagai proses sosialisasi dan penanaman nilai/norma yang ada kemudian anak juga akan mempelajari nilai/norma dari interaksi dengan lingkungan sosialnya yang seiring dengan perkembangannya.
Dengan begitu para orang tua dan semua yang ada di lingkungan anak harus selalu bersikap baik, dan menunjukkan/mencontohkan hal-hal yang positif di depan anak. Seperti bercerita dan membacakan dongeng atau cerita-cerita yang menghibur dan mendidik, karena dengan bercerita dan membacakan buku pada anak terdapat banyak manfaatnya (menurut beberapa ahli):
1. Meletakkan dasar perilaku dan minat baca sejak dini (reading readiness)
2. Membangun interaksi mendalam antara anak dan orang tua.
3. Mengembangkan imajinasi.
4. Memperluas pengetahuan.
5. Membentuk sikap-sikap moral.
6. Mempengaruhi perkembangan pribadi.
Cerita merupakan wahana yang ampuh untuk mewujudkan pertemuan (encounters). Keasyikan dalam menyelami substansi cerita dapat dilakukan sehingga anak memasuki dunia minat (center of interest) dan akhirnya menghasilkan apa yang disebut oleh Maslow dengan penghayatan pengalaman yang paling mendalam (peak-experience). Menurut The National Association for the Education of Young Children yang dikutip dari The LibraryLady.net, keterikatan yang hangat dan penuh kasih sayang antara anak dan orang tua serta stimulus positif sejak saat kelahiran, benar-benar menentukan dalam perkembangan anak-anak sepanjang hidupnya. Riset terakhir menegaskan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh emosi. Melek huruf (literacy) sangat dipengaruhi secara langsung oleh kapasaitas emosional dan atau hubungan yang kuat yang dialami anak di tahun-tahun awal. Karena itu, ketika seorang anak mendapatkan pengalaman penuh kesenangan, rasa aman, kenyamanan dan kedamaian saat dibacakan buku, otak si anak meletakkan dasar-dasar melek huruf dengan mengirim pesan bahwa hal ini adalah pengalaman yang menyenangkan.
Namun kenyataannya saat ini para orang tua mulai jarang untuk melakukan kegiatan bercerita dan membacakan dongeng atau cerita kepada anaknya. Munculnya gejala ini diduga disebabkan karena kesibukan orang tua dalam mencari nafkah atau meningkatkan karir dan adanya perkembangan teknologi cetak yang sangat pesat, sehingga orang tua mengambil jalan pintas yaitu tidak lagi meninabobokan anaknya. Semakin sedikitnya sumber cerita yang menarik bagi anak sehingga perhatian anak terhadap dongeng dan carita lokal, seperti cerita berjenis legenda, mitos, sejarah dan cerita rakyat yang dulu merupakan obyek cerita anak berkurang. Pengaruh TV yang lebih bersifat menghibur, sehingga anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton TV, dari pada membaca. Masuknya cerita-cerita terjemahan dari kebudayaan luar dan yang merebut hati anak-anak. Seperti komik, cerita bergambar atau kartun yang saat ini cukup popular di masyarakat khususnya pada kalangan remaja dan anak-anak.
Komik atau cerita bergambar (cergam) terdiri dari teks atau narasi yang berfungsi sebagai penjelasan dialog dan alur cerita. Komik menurut Marcel Bonnet dalam bukunya komik indonesia adalah salah satu produk akhir dari hasrat manusia untuk menceritakan pengalamannya, yang dituang dalam gambar dan tanda, mengarah kepada suatu pemikiran dan perenungan. Berbagai cerita anak dalam bentuk dongeng, cerita bergambar, dan cerita pendek telah banyak diterbitkan di Indonesia baik dalam majalah maupun buku. Sayangnya, sebagian besar karya sastra anak yang beredar bukanlah merupakan karya asli dari negeri sendiri melainkan terjemahan dari karya sastra asing. Pada masa ini kita lebih banyak mengenal komik hasil karya produk Jepang terutama pada anak-anak dan remaja, yang kualitas dari cerita dan formatnya sangat menarik bahkan dapat mengalahkan komik Walt Disney's Amerika dipasaran. Di Indonesia cikal bakal komik banyak dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu dan Islam. Komik pertama dalam kasanah sastra Indonesia ialah mencari Putri Hijau (Nasroen As) dimuat dalam harian Ratoe Timoer. Banyaknya komik-komik asing yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia saat ini menyebabkan tergesernya popularitas komik cerita atau dongeng asal Indonesia. Sedangkan komik-komik terjemahan tersebut (baik produk Jepang dan Amerika) mempunyai cerita yang belum tentu baik dan sesuai dengan kebudayaan kita di Indonesia, karena komik-komik tersebut lebih banyak membawa kebudayaan mereka sendiri. Berbeda dengan komik, cerita atau dongeng asal Indonesia terdahulu yang menceritakan tentang kebudayaan-kebudayaan dan adat istiadat Indonesia sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa penerbitan sastra anak terjemahan tersebut dapat mengisi kekosongan akan karya-karya sastra anak yang bermutu di Indonesia. Akan tetapi, sisi lain yang perlu mendapat perhatian dari keberadaan sastra anak terjemahan adalah nilai-nilai budaya asing yang turut dibawa dalam karya-karya tersebut mengingat eratnya kaitan antara karya sastra dan budaya masyarakatnya. Keberadaan bacaan anak terjemahan karya asing khususnya dari Jepang dan Amerika yang mendominasi penerbitan karya sastra anak di Indonesia ini bisa jadi sangat menguntungkan. Bagi anak-anak sebagai pembaca, keberadaan karya-karya tersebut dapat memuaskan dahaga mereka akan bahan bacaan anak mengingat terbatasnya jumlah karya-karya asli negeri sendiri
Terkait dengan maraknya sastra anak terjemahan ini dan kekhawatiran akan adanya nilai budaya asing di dalamnya, mungkin kita bisa menyikapi hal ini dengan lebih kritis dan obyektif. Menurut H. Lofting dalam World Friendship and Childrens Literature misalnya menganggap bahwa sastra anak terjemahan merupakan katalisator bagi pemahaman terhadap dunia. Dengan kata lain, sastra anak terjemahan dapat berperan untuk menumbuhkan rasa saling hormat antar sesama bagi semua orang di seluruh dunia (Joels 1999, 66). Hal ini dimungkinkan karena dengan adanya karya-karya sastra anak terjemahan tersebut, misalnya anak-anak Indonesia tidak harus mengalami kendala bahasa dalam membaca cerita anak dari Jepang sehingga mereka mendapatkan gambaran tentang kebiasaan dan kehidupan anak-anak Jepang. Sehingga anak memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang budaya masyarakat dari bagian dunia lain, anak mungkin malah tidak menyadari kekayaan dari keragaman budaya di sekitar mereka. Lewat bukulah orang dewasa bisa menanamkan nilai-nilai luhur secara lebih efektif kepada anak, dan melalui buku jugalah anak memperoleh nilai-nilai asing yang bertabrakan dengan nilai yang kita anut.
Kemandirian adalah sebuah nilai budaya yang sangat menarik yang dapat ditemui dalam karya sastra anak terjemahan. Kita harus mengakui bahwa kemandirian bukanlah sebuah nilai dasar dalam budaya masyarakat kita. Banyak orang tua juga mengakui sulitnya menanamkan kemandirian pada anak dari hal yang kecil sekalipun karena terutama keluarga kelas menengah misalnya umumnya memiliki pembantu rumah tangga atau pengasuh anak yang selalu siap membantu anak melakukan hal-hal yang sebenarnya dapat ia lakukan sendiri. Kemandirian merupakan salah satu nilai paling mendasar dalam budaya Amerika yang sangat erat kaitannya dengan nilai lain, yakni kebebasan individu. Menurut Datesman dan Kearny (2005) seseorang hanya akan mendapatkan kebebasan pribadi ketika ia telah dapat berdiri di atas kedua kakinya sendiri, atau dengan kata lain memiliki nilai kemandirian
Ciuman adalah sebuah nilai budaya asing yang sudah biasa dilakukan oleh lawan jenis, banyak sekali cerita anak yang mengandung hal ini, semisal cerita Cinderella, Snow White and the Seven Dwarfs dan Sleeping Beauty. Sedangkan di Indonesia adegan ciuman adalah hal yang masih tabu, dan hanya boleh di lakukan oleh pasangan yang sudah mempunyai status suami istri.
Kedua hal tersebut merupakan contoh dari bentuk positif dan negatif yang terdapat dalam cerita terjemahan. Sehingga dengan adanya karya cerita terjemahan yang semakin marak saat ini tidak hanya membawa dampak negatif saja, akan tetapi juga terdapat hal-hal positif yang terkandung baik dari sisi isi dan juga keuntungan di bidang penerbitan Indonesia yang saat ini lesu dengan karya anak bangsanya. Saat ini fungsi dari orang tua dan guru sangat penting baik untuk menungkatkan minat baca anak dan juga mengajari anak akan perilaku-perilaku moral atau nilai-nilai yang baik dan harus di pakai, serta mana nilai yang harus di tinggal atau di hindari.
Dengan begitu nilai-nilai masyarakat Indonesia yang baik akan semakin berkembang serta nilai-nilai yang tidak baik akan di jauhi. Dan juga masyarakat Indonesia semakin mempunyai wawasan yang banyak akan hal-hal baru yang ada di dunia. Dengan begitu diharapkan masyarakat Indonesia bisa meningkatkan karya ciptanya.
Comments